Text
Masih curcal kantor
“Selamat siang, Pak. Maaf, mengganggu. Apa Bapak ada waktu?” Kira-kira kalimat itu yang keluar. Tapi, sebenarnya gue nggak yakin. Jangan-jangan saking groginya, gue malah ngomong, “Sudah siang, Pak. Saya mau diganggu sama Bapak. Apa Bapak ada waktu?”
Si Bos kemudian mengangkat kepalanya dan menatap gue dari ujung kepala sampai ujung kaki. Jantung gue mencelos, loncat-loncat nggak karuan. Gue sampai harus menjaga kancing-kancing baju agar jangan sampai dada gue jadi kelihatan lebih menonjol karena aktivitas berlebihan dari si jantung.
Tak lama, si Bos nyengir lebar. Sangat lebar.
“Hai, Cumi. Apa kabar?”
Pfiuuhh… lega. Saking leganya, gue langsung pengin bernazar buat nyebar duit monopoli ke orang-orang.
“Baik, Pak,” jawab gue sambil duduk di depannya. “Bapak sendiri apa kabar?”
“Yah, seperti yang kamu lihat. Baik-baik saja kan? Tetap sehat. Kamu nggak berubah ya? Eh, nggak ding. Tambah gemuk. Oh iya, pasti naik sepuluh kilo ya?”
Jleb!!!
Gue langsung mingkem. Kehilangan kata-kata. Dibilang jangan ngomongin berat badan sama wanita! Lagipula ini bukan gemuk, Bos. Cuma lemak yang nggak jadi otot!
“Haha. Bapak juga tambah banyak ubannya. Keriput pula.” Gue gantian bercanda.
Hening.
Gantian si Bos yang terdiam.
Suasana pun menjadi kikuk….
003195PB23 | 899.2213 ANJ m | Rak 899.221 - Kesusastraan Indonesia (Perpustakaan Al Qalam SMA Muhammadiyah 2 Surabaya) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain